Minggu, 13 Januari 2013

Setiap Akan Hujan

Seperti kataku selalu, pada lembaran kertas koyak. Aku suka setiap musim. Tapi aku benci mendung. Tanpa siapapun sadari, aku menangisi setiap desah angin dan rintik yang tak kunjung datang. Aku benci penantian. Hujan biarlah hujan, dan kita akan nyanyikan dan tari-tari itu kita percikkan.

Mendung adalah setiap saat peralihan yang menyakitkan, aku merasakannya sebagai sebuah jawaban tanpa pertanyaan, keadaan apa adanya yang memaksa kita untuk menikmati tanpa bisa merubahnya. Keta-kata tanpa makna. Prosa prosa telupakan.

Mendung adalah saat tak tentu, haruskah kita menertawakan keadaan yang tak basah dan serba mudah, atau menangisi langit yang hendak tumpah ruah. Kita tak pernah tahu kapan hujan akan turun, tanpa mendung. Mendung pertanda hujan. Tapi tak semua mendung berakhir hujan.

Mendung seperti sebuah memori kecil, yang ingin kuselipkan di anatara buku buku catatanmu : tentang kita. Mendung seperti lembaran lembaran kertas kering yang dicelupkan air, disobek sobek, lalu diperas ke kertas lainnya : abstraksi koherensi pemaknaan. Mendung adalah pilihan pilihan maya : tak bisa dipilih, atau dipilih dengan konsekuensi tanpa pilihan lain : jalan buntu.

Mendung adalah kalimat dengan banyak tanda tanya, titik dua, petik tunggal, petik ganda, tanda seru, tanda kurung dan koma yang berulang ulang hanya dengan satu kata : kita. Mendung adalah klimaks cuaca, penentuan babak baru sebuah cerita, kunci resolusi. Mendung adalah kelabu yang terpaksa dipaksakan, mencoba kumengerti setiap bulir angin semilirnya, tapi pada saat yang sama membuat masuk angin.

Mendung adalah busa pada capuccino dan kayu manis pada kopi tubruk : berarti tergantung bagaimana kita memaknainya. Menambah sesuatu yang esensial, tapi kadang merubah arti.

Dalam sebuah kisah-kisahku mungkin- mendung adalah lima tahun menantimu dan menyakiti yang menantiku. Mendung adalah mengharapkanmu yang mengharapkannya. Mendung adalah saat kita ingin bicara tapi diam karena kata telah penuh luka. Mendung adalah gambaran noda pada tembok luar kelas kita, kita sendiri yang membuatnya. Mendung adalah menginginkan dan memperjuangkan apa yang kita sadari tak akan pernah kita dapatkan. Mendung adalah refleksi perasaan. Mendung terlalu kompleks untuk dijelaskan, katakata seperti ini mungkin takkan pernah cukup bukan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar