Senin, 27 Mei 2013

Untuk Biru


Haruskah aku menunggumu yang menunggunya
Mawar terah berubah warna dan musim telah berubah rasa
Hatiku bukan apa apa yang mati separuhnya
Haruskah kukejar sebuah kita jika tak ada ahirnya
Aku lelah dan kau selalu berpaling

Inikah akhir yang kau janjikan pada ketidakpastian

Maaf, Biru


Aku telah terlalu lama melukaiku yang melukai waktu demi melukai hening ketika aku tanpamu
Dan nanti ketika hentak mengembara mengasak remah malam yang kita akan tidak saling merindu
Masih tetap kutanyakan pada ketuk ketuk kecil berongga di pintu yang menganga
Apakah akan ada tanya yang sama padamu untuk padaku ?

Lalu aku meminta kata pada pedih yang mengerjap ketika dua mata kita berdua dua
Agar sekejap saja bisa kupalingkan kerlip lelah dan kenang yang menggenang
Hingga lusa ketika tanpa kata kita pertanyakan pada suatu apa dan menjawab sama
Akan kemana bulir di kedua pucuk mata ketika aku lelah mencoba ?

Tapi yang kita sebut luka masih merah dan masih jingga terbayang bayang dan menggerus
Masih terasa di rongga kiri yang dulu kita namakan dada tapi kini kita sebut hati
Semakin meresak ketika berdiri tak lagi terasa letih dan jatuh tak lagi terasa sakit 
Inikah yang juga dulu kita sebut hampa yang perlahan membutakan ?

saat-dan


Saat cinta dan katakata tak lagi cukup
Kita akan mulai mencari
Entah yang lebih begini ini begitu itu
Dan ketika kita menemukan yang kita cari
Kita juga kehilangan yang telah kita dapatkan
Dan ketika kita menyadari siapa yang kita butuhkan
Di antara siapa siapa yang kita inginkan
Kita telah terlalu jauh terlambat
Yang tertambat juga bisa lepas bukan ?

kita dan siklus


Ini aku
Itu kamu
Itu engkau
Itu dia
Dan itu yang lainnya
Kita tak saling suka
Tapi
Kita memainkan parodi
Tanpa skenario
Bersama sama

Lelah adalah


Kebosanan yang mengutuk waktu
Berlari tanpa tempat berhenti
Melompat tanpa tempat berpijak
Rusak tanpa jeda untuk merehat
Kata kata dalam baris baris tak terselesaikan
Grafik grafik rinci tak terjelaskan
Detik detik yang berlarian dan saling berpentungan
Makan untuk hidup dan hidup untuk makan
Apa siapa kapan mengapa dan bagaimana
Rasa yang menuntut terpuaskan
Ego yang meminta keharusan

Menunggu adalah


Detik dikali menit dikali jam dikali hari dikali minggu dikali bulan dikali tahun dikali abad dikali zaman yang tak berhenti saling berangkulan : hanya waktu yang terasa sedikit lebih lama


Minggu, 13 Januari 2013

Memo Selepas Sepi


I think about you
So much that it hurts


***

Ketika rasa telah bicara
Ia pilih untuk mencintaimu lagi
Mencoba bertahan dengan kesalahan yang sama

*** 

Saat adalah waktu yang membunuh kita perlahan
Dengan kata kata yang tak pernah tersampaikan
Dan rasa, semua rasa yang tak pernah tersalurkan
Masih harus berapa lama aku menunggumu yang menunggunya
Masih harus berapa kata yang kutulis tapi tak pernah kukirimkan
Hanya kata kaya yang ini itu dancinta blahblahblah...

***

Bunga kering terkelupas dari batang aortanya merembes merintik di bawah gerimis pertengahan April. Di antara awan merah jambu dan kerudung rerumputan yang membiru.
Semua persamaan dan logika takkan pernah menyatukan angin dan sepoinya.

***

Kelopak kelopak kenanga
Jatuh berderak patah patah
Awal hujan februari
Sore saat kita tertulis pada lembaran
Lembaran daun pinus rapuh
Pada kebun matahari jingga
Kulogat namaku diantara sebutmu
Mencercah kata kata
Pada rinai yang jatuh

***

Jika cinta itu kata kata
Akankah kau tulis namaku lamat lamat bersamanya?
Atau mengukirkan kita pada batu batu kali
Yang padanya rasa tergerus perlahan?

***


-kata kata tak tersampaikan kepada biru yang tergantikan-